Ikhlas  

Posted by Naura in

Pada saat aku mengikuti pengajian di sebuah mesjid ada sebuah ungkapan dari penceramahnya yang membuat aku berfikir lama dan merenunginya. Sang ustad yang terlihat sudah sepuh tapi mukanya berseri dan bijak tersebut berujar demikian, “Berusahalah untuk menjadikan diri kita bahagia saat menemui Sang Pencipta. Dan kebahagian tersebut hanya bisa diperoleh ketika kita ikhlas menjalankan apapun perintah Nya, tidak berharap apapun dari-Nya. Dan Jangan takuti Dia, karena ketakutan hanya akan menjauhkan kita dari-Nya”.

Aku penasaran, setelah pengajian selesai kudekati pak ustad tersebut. “Saya jarang sekali mendengar ungkapan pak ustad seperti tadi, bisakah bapak memberikan contoh real pada saya?”.Dengan ramah sang ustad tidak langsung menjawab pertanyaan tersebut. Dia menanyakan dengan sopan asal tempat tinggal dan keluargaku. “Untuk bertemu Tuhan kita akan mengalami tahapan seperti halnya bawang merah yang memiliki beberapa lapisan kulit. Berbahagialah bagi yang telah mencapai lapisan inti dari bawang tersebut, karena dia telah langsung bertemu dengan sang Kholik, pencipta diri kita dan alam semesta ini”, sang ustad bertutur dengan tenang. Aku masih kebingungan.“Kita harus bersyukur sudah diciptakan dan menikmati segala macam yang telah diberikan oleh Tuhan kepada kita, tentunya sesuatu yang sangat kita harapkan jika bertemu dengan Tuhan yang telah begitu sempurna menciptakan raga dan jiwa kita ini. Nah, salah satu komunikasi kita dengan-Nya adalah dengan Sholat. Sungguh teramat aneh jika aktifitas sholat kita hanya sekedar melaksanakan kewajiban atau berharap pahala. Tidak malukah kita telah diberi kenikmatan hidup dan kenikmatan lainnya kemudian kita meminta pahala dari-Nya?”. Pak ustad tersenyum. Sedikit demi sedikit aku mulai memahami maksudnya.

“Apa maksud pak Ustad dengan ungkapan jangan takuti Sang Pencipta?”, aku masih melanjutkan pertanyaanku, karena yang aku tahu hampir setiap penceramah selalu menganjurkan agar kita takut terhadap Tuhan dan balasan yang akan diterima dari-Nya jika kita berbuat dosa. Sang ustad tersenyum ramah, dia memahami kebingunganku. Adik (panggilan pak ustad kepadaku) tidak usah khawatir, mengapa kita meski takut terhadap-Nya?, bukankah Dia yang telah menyayangi kita melebihi orangtua kita sendiri?. Rasa takut hanya akan menjauhkan kita dari Tuhan. Tetapi walaupun demikian, untuk mencapai lapisan bawang yang paling inti tentu saja jalannya beraneka ragam, memulai dengan rasa takut untuk beberapa orang terkadang bisa membuka lapisan awal bawang tersebut, tapi yakinlah hal yang paling dinikmati oleh orang-orang sholeh adalah ketika lembaran demi lembaran dibuka sehingga semakin mendekatkan diri pada sang pencipta”. Aku semakin bingung, pak ustad satu ini selalu memberikan kata-kata kiasan.

Ternyata ngobrol dengan ustad ini mengasyikan. Dia tidak pernah bosan menemaniku sampai larut malam. Akhirnya aku tertidur di mesjid tersebut. Sekitar jam 1 an aku terjaga, melihat pak ustad yang sedang melakukan sholat tahajud. Keherananku semakin bertambah saat jam dinding di mesjid menunjukkan jam 02.30 dini hari pak ustad masih terlihat sedang sholat. Kapan beliau tidur, pikirku?

Adzan shubuh akhirnya membangunkanku untuk ikut sholat berjamaah dengan pak ustad. Kulihat wajah cerianya setelah selesai sholat dan berdoa. Tidak terlihat sedikitpun wajah kusut dan kantuk....aneh. Di rumahnya yang sederhana lebih membuatku kagum lagi, bersih dan terlihat ada ruangan kecil khusus untuk sholat, suasananya adem melebihi mesjid tempat aku sholat tadi. Istrinya sama ramahnya dengan beliau, dia mempersilahkan aku dan menjamu sarapan pagi.

Setelah cukup lama aku berpamitan. “Mampirlah kalau adik ke Bandung lagi, bawalah istri dan anak-anak adik kesini untuk bersilaturahim”, Pak ustad mengucapkan selamat jalan. Sebenarnya aku masih betah mendengarkan pembicaraannya, sayang aku harus cepat-cepat ke Cianjur untuk memenuhi janji pada anak-anakku.

1 jam di bus aku terus berfikir tentang perkataan pak ustad. Well, akhirnya aku menyimpulkan sendiri. Ikhlas...ikhlas, itulah kunci setiap perkataan dan perbuatan pak ustad itu. Aku mulai tersadar. Ikhlas, membuat pak ustad itu tidak pernah lelah untuk melakukan peribadatan dan berkomunikasi dengan Allah. Wajahnya yang berseri setelah melaksanakan sholat menggambarkan kegembiraannya menemui sang Pencipta.




This entry was posted on Thursday, March 6, 2008 at Thursday, March 06, 2008 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

0 comments

Post a Comment